Dear Tri,
Hai kak, apa kabarmu?
Kuharap kau lebih baik dari biasanya. Mungkin kau sudah capek dengan ribuan
suratku tapi aku yakin kau akan mengerti kenapa aku lakukan itu. Sudah dua
bulan kita pacaran dan mungkin surat ini adalah yang terakhir aku kirimkan
padamu. Aku tadi mungkin salah sebut, ya tepat dua bulan tapi tepat juga kita
berakhir. Aku tak pernah berfikir sebelumnya kalau akan secepat dan sesakit
ini.
Kak, mungkin kau membaca ini
ketika orang lain berada disampingmu. Saat kata pisah itu meluncur mulus dari
bibirmu, aku rasa tulang tungkai kakiku sudah patah, dan mataku panas. Aku tak
tahu apa yang harus aku katakan lagi, semua sudah kau putuskan. Hanya air mata
yang menetes perlahan dipipi ini. Aku terlalu munafik jika aku berkata aku siap
dengan keputusanmu tapi egomu lebih besar dari usahaku. Aku masih tak percaya
kalau ini adalah surat terakhirku untukmu.
Kak, mungkin kau juga tak
bisa secepat itu berpaling, tapi setidaknya sakitku lebih dari sakitmu. Aku masih terus berharap ada sebuah
celah yang bisa memperbaiki semuanya,
tapi kenyataannya begitu pahit untuk ketelan. Aku masih sering merindukan
apapun yang kamu lakukan, merindukan tingkahmu dan segala tentangmu. Aku masih
terlalu berat untuk berpaling darimu,
Kak, kau tahu namamu di
hatiku terukir sangat dalam,entah berapa tetes air mata yang bisa mengerus
namamu sedikit demi sedikit. Aku masih merasa kau selalu ada untukku, aku
merasa kau masih ada disampingku, tapi aku sadar imajinasiku terlalu berlebihan
untuk itu. Aku juga kadang lupa kalau kita sudah tak bersama, kadang aku
menunggu kabarmu, gelisah kalau tak mendengar kabarmu. Aku segera sadar aku
lagi-lagi memiliki angan bodoh.
Aku jadi mengingat suratku
sebelumnya, tentang cinta kita yang istimewa. Sekarang aku pasrah dengan yang
memisahkan kita, dan Aku sudah menyerah dengan cinta yang istimewa ini. Tuhan
telah memberi judge jika kita harus berakhir meski caranya berbeda penuh dengan
luka. Kita dulu adalah pelanggar, tapi Tuhan kini mencoba menjadikan kita
sebagai penurut. Tapi jujur sampai saat ini aku masih menyayangimu dan terus
menangis jika mengingat kenangan kita, sudahlah kau sudah bahagia dengan yang
lain aku hanya bisa melihat dari luar lingkaranmu sekarang, menjadi orang asing
yang tak kenal siapa dan apa kamu.
Aku sudah terlalu banyak
menangis untuk menulis surat ini, jika aku menulis menggunakan pulpen dan
kertas sudah pasti semua telah hancur karena air mata. Aku sudah menyerah
dengan kenyataan, aku hanya bisa diam dan menjadi penonton saat waktu
menyisakan rasa sakit untuk kita.
Jika aku masih mempunyai
waktu aku ingin mengucapkan maaf dengan segala kekuranganku, aku cukupkan surat
ini aku tak ingin air mataku merusak malam takbiran tahun ini.
With Love
Rys
Ahmad Haris Mirta
Pasangkayu 1 Agustus 2014
Pukul 00.07
0 komentar:
Posting Komentar