Pages

Jumat, 04 Juli 2014

Gadis teman Boneka Salju

         Udara masih sedingin ini, butiran salju melayang satu persatu mendarat di rambut hitamku yang berantakan. Kurengkuh jaketku lebih dalam, menghalau dingin menggigit tulang. Sesekali kulayangkan tendangan ke tumpukan salju yang menyelimuti sepanjang jalan raya.
         Aku terus berjalan dengan rengkuhan tubuh gemetar, sesekali tiupan dan gosokan tangan kulakukan untuk menghangatkan tubuh. Aku terdiam memandang ke sebuah bangku kecil diujung jalan sana, ada sebuah boneka salju besar disampingnya. Aku mendekat dan memerhatikan boneka salju yang kelihatan biasa saja, dengan kedua tangan dari ranting pohon pinus, syal merah melilit di lehernya, tapi yang menjadikannya unik adalah topi Fedora shocking pink yang bertengger manis dikepalanya.
         Kuperhatikan saksama boneka salju itu, aku mencoba memgegang topi Fedora yang menjadi ikon yang sangat kontras dari boneka salju lainnya. Belum sempat jariku menyentuh ujungnya, tangan lain sudah memegang pundakku,

                “Kafka?”
Aku terdiam sejenak,  suara itu! Aku mengenalnya tapi siapa?. Aku segera membalikan tubuhku mendapati  gadis dengan baju dingin cokelat dan penutup kepala berdiri didepanku,
                “maaf, kamu siapa?”
                “Oh, Kau mungkin sudah lupa. Aku Delisa teman boneka salju di ujung jalan sana”
                “Delisa? Boneka salju?”
                “Iya kafka, 12 tahun yang lalu aku dan kamu membuat boneka seperti ini dipertengahan musim dingin, apa kau lupa?”
                “12 tahun yang lalu? Musim dingin bersamamu? Apa kau ada di masa laluku?”
                “masa lalumu? Kau tak ingat?”
Aku mencoba berpikir keras, mengingat Delisa, Boneka Salju, 12 Tahun yang lalu, Musim dingin bersama Delisa, tapi tak ada yang kuingat semua hanya abu-abu.
                “maaf, aku tak mengingatmu. Aku mengalami amnesia setahun yang lalu karena kecelakaan pesawat”
                “ kecelakaan pesawat? World Airlines? Kamu?”
                “Iya, kenapa kau tahu World Airlenes yang mengalami kecelakaan?”
                “Akulah putri pimpinan World Airlines, aku minta maaf kepadamu karena pesawat itu”
                “tak apa, ini sudah takdir. Boleh aku tahu apa saja kenanganku bersamamu?”
                “aku tak ingin banyak berbicara, ayo kutunjukkan tempat yang menjadi kenanganku dan kamu”
Kulihat air mukamu berubah seketika setelah obrolan mengenai world airlines, ada tekanan dan kesedihan dimatamu. Aku menurut saja, berjalan disampingmu .
                “Kau lihat itu! Itu jembatan kecil yang sering kita kunjungi untuk melihat aneka macam ikan” katamu dengan semangat.
                “ikan? Apakah aku menyukai ikan?”
                “yup, kau pecinta ikan dirumahmu dulu kau memiliki dua akuarium besar dengan puluhan jenis ikan. Kamu sering mengajakku memberi mereka makan.”
Aku kembali terhenyak mendengarmu, sebegitu dekatkah aku denganmu? Sampai memberi makan ikan selalu bersamamu?. Aku menggeleng , menggedikkan pundak dan tersenyum melihatmu bercerita.
                “Kamu kenapa? Oh ya itu sana! Itu pohon Ek raksasa dikota ini. Itu tempat kita menghabiskan sore dimusim semi.”
Kau kembali tersenyum , manis pikirku. Aku tak pernah melihat gadis semanis kamu tersenyum.
                “Musim semi?  Apakah ada taman disana atau tempat untuk beristirahat?”
                “ya ada taman Tulip dibalik pohon itu. Dan kau tak melihat itu! Ada sebuah bangku panjang”
                “Oh, jadi kita selalu kesana setiap sore?”
                “tidak selalu, Kaf”
Aku kembali  terdiam memandang pohon Ek yang hijaunya tertutup putih salju, apakah pohon  itu adalah pohon yang ada gantungan kunci tasku saat kecelakaan.
                “Delisa, apakah pohon Ek itu adalah asli dari replika gantungan kunci ini?” aku menunjukkan sebah gantungan kunci hijau yang hampir semua bagiannya hitam terbakar.
                “kau masih menyimpannya?”
                “menyimpannya?, apa kah ini penting bagiku?”
                “aku pun menyimpannya, kaf”
Kulihat bentuk yang sama dengan gantungan kunciku tergantung dilehermu, berwarna kuning kehijauan, mungkin itu warna aslinya.
                “ini adalah dua replika pohon Ek yang kita pesan di toko perhiasan ujung jalan ini sebagai kado ulang tahun. Aku masih mengingat saat kau memasangkan kalung ini di bawah pohon Ek itu”
Aku termenung, begitu pentingnya gadis dihadapanku ini. Apakah dia gadis yang selalu datang dimimpiku selama di rumah sakit?. Aku memandangnya, senyum tulus terus menghiasi wajahnya.
                “kado ulang tahun? Apakah kita memiliki tanggal ulang tahun yang sama?”
                “yup, kita sama-sama lahir 11 September  , dan apakah kau sudah mengingat sesuatu?”
                “sedikit, mungkin kau bisa menunjukkan beberapa kenangan lagi”
Kita masih terus menyusuri  jalan, dan kau berhenti sejenak.
                “Ada apa?”
                “Astaga, topi fedoraku di Boneka Salju itu!”
                “Topi Fedora? Yang tadi itu. Apakah ada hubungannya dengan ku?”
                “aku akan menceritakannya sambil kita jalan kembali mengambil topiku disana”
                “baiklah aku mengikutimu”
Kita berjalan kembali menuju Boneka Salju yang tadi, sepanjag jalan tak ada sepatah kata yang kamu ucapkan. Aku ingin protes, tapi caranya bagaimana? Aku mencoba bertanya,
                “Delisa, bagaimana janjimu tadi dengan cerita topi Fedora itu?”
                “Oh, aku lupa Kafka, maaf.”
                “Tidak apa, kamu bisa memulainya”
                “Di penghujung musim panas sebelum kau pulang ke Indonesia kau memberiku topi fedora itu.”
Pembicaraanmu terpotong, kau lompat dan segera mengambil topi fedora itu.
                “ dan saat itulah terakhir aku melihatmu,”
Kau tertunduk lesu, aku berusaha mencari apakah ada yang bisa kukenali dari masa laluku bersamamu Delisa, tapi sekali lagi abu-abu.
                “ aku minta maaf jika pertanyaanku nanti sangat lucu,”
                “Apa?”
                “Apakah kita pernah saling mencintai?”
Kau terdiam, semburat kemerahan jelas dipipimu. Aku belum mendapat jawaban.
                “jika kau tak lupa tentang ini, kau akan tahu kau pernah mencintaiku,dan aku pernah mencintaimu”
Aku melihatmu merogoh kantung baju dingin tebal cokelatmu, kau mengeluarkan sebuah kotak musik kecil.
                “kotak musik itu? Endless Love?”
                “Yup, kau yang memberinya padaku di awal musim gugur di bangku ini.”
Kepalaku terasa nyeri, hanya sekilas kotak musik itu pernah muncul dalam ingatanku.
                “maafkan aku Delisa , aku benar-benar tak mengingat apa-apa selain kotak itu dan gadis yang memengangnya.”
                “Aku tak ingin memaksamu, Kafka. “
                “Bisakah aku belajar lagi untuk mencintaimu sama seperti dulu?”
                “Kau tidak bercanda, Kaf?  Ini 12 tahun yang lalu?”
                “Aku serius, maukah kamu menjadi pacarku lagi, be mine?”
Kau menutup mulutmu, aku tahu kau tak pernah mengira hari ini aku akan kembali kehidupmu meski dengan Kafka yang baru.
                “Ya, aku mau.”
Kau melompat memelukku, pelukan hangat yang begitu kurindukan. Pelukan gadis manis teman Boneka Salju ujung jalan. Bersamamu aku akan belajar untuk masa laluku,  dan bersamu aku akan menata masa depanku.  Jembatan, Ikan, Pohon Ek, Topi fedora, dan Kotak musik akan menjadi awal aku mengenal diriku bersamamu Gadis manis teman Boneka Salju Ujung jalan.


Pasangkayu.
4 Juli 2014
Pukul 22.56 WITA

Ahmad Haris Mirta

0 komentar:

Posting Komentar