Pages

Senin, 10 Agustus 2015

Meniti Mangata



Meniti Mangata

Sobekan buku itu serasa merobek hatinya yang sedang perih, seorang pemuda menangis di balai sebuah rumah pinggiran sungai malam itu diterangi sebuah lampu minyak sederhana,
            “Aku harus melupakannya, Dea!” pemuda itu terisak
            “Aku mengerti, Rev. Tapi kau masih sering bertemu, ingat kau adalah temannya dan terbilang dekat dengan dia. Mana mungkin kau bisa menjauhinya dalam situasi seperti itu?” seorang gadis mengelus halus punggungnya