Pages

Sabtu, 29 November 2014

Autumn in Rikugien


Autumn in Rikugien
Kakinya masih terayun di atas bangku panjang taman. Sesekali wajahnya diterpa angin musim gugur. Bunga sakura jatuh menari di atas kepalanya. Gadis berambut hitam itu masih terdiam dalam kesendiriannya. Autumn in Tokyo, tepat untuk menggambarkannya di tengah taman Rikugien yang penuh jingga senja itu.

Tatapannya masih seperti setahun yang lalu penuh harap pada sesuatu. Atsuko Nakagawa gadis perawakan sedang dengan mata bulat hitam, dialah gadis yang sedang duduk di taman Rikugien senja itu. Dia menanti seseorang yang tak mungkin kembali lagi, Shinichi Hayagawa pemuda tampan dengan tinggi di atas rata-rata orang jepang, yang setahun lalu melamarnya tepat pada senja musim gugur di taman Rikugien.
“Tuhan, kembalikan Shinichi-ku. Aku merindukannya.”
Gadis itu terisak, hembusan angin senja itu menerbangkan dedaunan momiji yang kering. Gadis itu berhenti dan menutup matanya.
 “Shinichi, kejar aku!” gadis itu terus berlari
“Atsuko! Hati-hati nanti kau tersandung!” teriak pemuda bersurai hitam
“Tidak mungkin! Aku pelari yang hebat!”
“Atsuko, awas!”
Brukk
Gadis itu terjatuh setelah menabrak bangku taman.
“Kamu tidak apa-apa?” Shinichi berlari menghampiri Atsuko
“kamu bodoh! Kau tak lihat tanganku berdarah!” atsuko menggembungkan pipinya
“baiklah, sini aku obati” Shinichi menggendong Atsuko menuju pelayanan kesehatan taman.
Atsuko membuka matanya dan menyadari Shinichi-nya telah tiada, isakannya kini semakin dalam, dia kembali menutup matanya,
            “Shinichi, apakah kau mencintaiku?” Atsuko memainkan rambut Shinichi
            “Pertanyaan bodoh! Tentu saja, aku mencintaimu”
            “aku tidak bodoh! Oh ya, jika salah satu dari kita pergi bagaimana?”
            “pergi? Kau mau ke mana, huh?” Shinichi menggenggam tangan Atsuko
            “Meninggal misalnya!”
            “Bahagialah bersama orang lain” Shinichi tersenyum
            “Apa katamu? Mudah sekali!” Atsuko memukul Shinichi dengan buku
“Memangnya salah? Buat apa kamu menunggu orang yang tidak akan kembali? Lagi pula hidup harus terus berlanjut!”
            “Baiklah, tapi aku yakin kita akan bahagia sampai kakek-nenek!”
            “Apapun untukmu Atsuko-ku” Shinichi terus tersenyum.
Atsuko kembali membuka matanya, sehari setelah percakapan itu dia harus merelakan Shinichinya pada kecelekaan kereta di Kyoto.
            Matahari kini semakin jingga, Atsuko masih terisak di bangku taman Rikugien. Dia masih merindukan Shinichi, orang yang dicintainya sampai kapan pun. Lampu taman mulai menyala satu per satu, beberapa anak kecil mulai berlarian menyapu momiji yang berserakan ditaman.
“Atsuko, kau masih disini?” seorang pemuda lain dengan suara bass menghampirinya.
“Akihiro. Aku belum bisa melupakan Shinichi” Atsuko terus terisak
“Aku akan menunggumu, sampai kau melupakannya”
“Kenapa Akihiro? Aku calon istrimu dan masih mencintai orang lain bukan dirimu!”
“Karena aku mencintaimu! Aku akan menunggu sampai kamu melupakan Shinichi dan bisa belajar mencintaiku”
“Apakah kau tak merasa risih? Besok kita akan resmi menjadi pasangan dan aku masih mencintai orang lain!”
“Sudah berulang kali aku katakan Atsuko! Aku akan menunggumu. Aku mencintaimu melebihi apa yang ada dalam pikiranmu” Akihiro sedikit berteriak
“Kamu tetap kukuh, aku harap kamu bisa bersabar dan aku akan mulai belajar mencintaimu”
Atsuko sadar dengan pesan Shinichi bahwa hidup harus terus berlanjut, meski cinta sejatimu telah tiada tapi berusahalah untuk bahagia dengan orang lain. Atsuko menyeka air matanya, dan bangkit berdiri disamping Akihiro.
            “Antar aku pulang, mungkin ibu sudah khawatir dengan kita”
            “Baiklah tuan putri, kita berangkat sekarang!”
Mereka meninggalkan taman Rikugien, meninggalkan kenangan Atsuko dan Shinichi dan mulai menata kisah baru Akihiro dan Atsuko.
            “Aku tetap mencintaimu Shinichi sama seperti yang dulu tidak berubah sampai kapan pun!” bisik Atsuko pada angin malam.






Palu, 20 Nov 2014
Ahmad Haris Mirta

0 komentar:

Posting Komentar