Pages

Sabtu, 21 Maret 2015

Rantau Pengikat Janji



Rantau Pengikat Janji

            Aku masih berdiri di perbatasan desa ini, menunggu dia yang merantau di kota orang menuntut ilmu, mungkin hari ini dia akan kembali. Aku masih menatap jalan raya menunggu deruman motornya, aku sedikit ragu apakah dia pulang atau tidak. Aku memandangi megah senja ini menunggu dia, pemuda yang memilihku untuk menemaninya beberapa tahun ini. Aku masih berharap hari ini dia pulang dan menemuiku untuk sekedar bertanya kabar atau apalah, aku merindukannya. Aku melihat megah telah berganti kelam, aku menunduk dan berjalan pulang pulang ke desa, mungkin dia tidak pulang hari ini. Belum ada seratus meter kakiku meninggalkan batas desa, deruman motordan teriakan pemuda yang kurindukan terdengar,


“Dea, aku pulang!” pemuda suara bass itu berteriak
“Aku kira kau betah di sana, Di” aku bersemu merah
“ Tidak mungkin aku melupakan orang yang menyebut namaku dalam doanya!”
“Jangan membuatku besar kepala, Di. Aku sangat merindukanmu!”
“Apa kau pikir aku tidak merindukanmu? Aku merindukanmu lebih dari yang kau rasakan!”
“Ah, ayo kita pulang. Ini sudah malam, aku tahu kau capek. Besok saja kita bertemu di Sekolah, kamu mau kan?”
“Iya, Dea! Aku antar pulang ya”
“iya, Di” pipiku tambah bersemu.

Aku masih berdebar ketika aku duduk di belakangnya, aku seperti memutar waktu beberapa tahun lalu ketika aku dan dia masih satu sekolah. Aku terlalu bersemangat mungkin, kurasakan ada aneh dari perutku seperti ribuan kupu-kupu yang terbang! Aku tak berani menatapnya sedekat ini, hanya sesekali mataku melirik spion untuk melihat wajahnya. Aku benar-benar merindukannya. Aku terlalu lama bermain dengan imajinasiku, dan tanpa sadar aku sudah berada di halaman rumah.

“Dea, sudah sampai.” Di menghentikan motornya.
“eh iya, Di. Terima kasih ya!”
“Ok, besok kita ketemu di sekolah ya.!”
“Iya, kamu istirahat ya, hati-hati di jalan!”
“Iya, sampai jumpa”

Dia tersenyum kepadaku, aku merasakan pipiku memanas. Dia mulai menjauh, kulihat punggungnya yang hilang di pertigaan depan sana. Oh Aku bahagia hari ini, aku sesekali melompat sambil berjalan santai menuju rumah. Aku tidak sabar untuk besok.


Aku baru saja sarapan dan kembali merapikan seragamku, aku tidak  sabar untuk ke sekolah dan bertemu Di. Hey, apa aku gila? Hanya Di yang ada di pikiranku saat ini!. Aku menyambar tas sekolahku dan berpamitan pada ayah dan bunda,

“Ayah, Bunda. Dea pamit!” aku menyalami keduanya
“iya, hati-hati di jalan. Belajar yang rajin!” Ayah menasehati seperti biasa.
“Aku berangkat”

Aku bergegas ke sekolah, dengan sepeda motor yang dibelikan ayah. Aku melajukannya dengan santai menuju sekolah, aku ingin menikmati pagi dengan kicauan burung dan sinar matahari sehat. Aku tidak sabar bertemu dengannya.
Aku telah tiba di sekolah, aku segera masuk dan belajar seperti biasa. Aku tidak tahu kenapa waktu terasa lambat hari ini padahal aku ingin bertemu dengan Di segera, menyebalkan rasanya. Tunggu mengapa aku jadi tidak sabaran, ah aku seperti orang gila sekarang. Sabar Dea, rileks, tenang kamu akan bertemu dengan setelah ini sambil melatih junior paskibraka.

“tenggggg” bel pulang!

Aku segera berkemas, akhirnya waktu yang ku tunggu datang juga! Aku menemuinya, melepas rinduku. Entah berapa lama aku tidak melihat wajahnya, apakah aku mulai gila karena dia? Ya aku tergila-gila bahkan aku selalu ingin berada di sampingnya.

“Dea, aku merindukanmu”
“Aku merindukanmu juga, aku begitu merindukanmu!”
“Aku akan selalu menyayangimu, kau percaya?”
“Aku bodoh jika tak percaya Di, kapan kamu kembali ke sana?”
“Besok sore, tugasku menunggu di sana”
“Aku harus bersiap untuk kembali merindukanmu.”
“Aku akan menjaga hati ini untukmu! “ kurasakan detak jantungmu lebih cepat
“Berjanjilah Di, kita akan saling menjaga hati ini sampai yang kuasa berhak memisahkannya!”
“Aku berjanji, aku akan menjaga hatiku untukmu yang selalu ada dalam hembusan nafasku”
“Apakah kau mencoba menggombalku?
“Aku terharu,Dea. Jelas aku serius mengatakannya”
“baiklah, aku percaya padamu Di”
“Coba lihat senja itu! Megah jingganya menjadi saksi rantau pengikat janji ku padamu! Suatu saat kita akan bersama dan tidak terpisahkan jarak”
“Aku yakin Di”

Senja itu merona jingga diufuk barat menggiring rantau pengikat janji Di padaku, aku yakin senja akan menjaganya dan mengikatnya erat, aku yakin itu.




Palu, 18 Maret 2015
Ahmad Haris Mirta

0 komentar:

Posting Komentar