Rantau Pengikat Janji
Aku
masih berdiri di perbatasan desa ini, menunggu dia yang merantau di kota orang
menuntut ilmu, mungkin hari ini dia akan kembali. Aku masih menatap jalan raya
menunggu deruman motornya, aku sedikit ragu apakah dia pulang atau tidak. Aku
memandangi megah senja ini menunggu dia, pemuda yang memilihku untuk
menemaninya beberapa tahun ini. Aku masih berharap hari ini dia pulang dan
menemuiku untuk sekedar bertanya kabar atau apalah, aku merindukannya. Aku
melihat megah telah berganti kelam, aku menunduk dan berjalan pulang pulang ke
desa, mungkin dia tidak pulang hari ini. Belum ada seratus meter kakiku
meninggalkan batas desa, deruman motordan teriakan pemuda yang kurindukan
terdengar,
“Dea, aku pulang!” pemuda suara
bass itu berteriak
“Aku kira kau betah di sana, Di”
aku bersemu merah
“ Tidak mungkin aku melupakan orang
yang menyebut namaku dalam doanya!”
“Jangan membuatku besar kepala, Di.
Aku sangat merindukanmu!”
“Apa kau pikir aku tidak
merindukanmu? Aku merindukanmu lebih dari yang kau rasakan!”
“Ah, ayo kita pulang. Ini sudah
malam, aku tahu kau capek. Besok saja kita bertemu di Sekolah, kamu mau kan?”
“Iya, Dea! Aku antar pulang ya”
“iya, Di” pipiku tambah bersemu.
Aku masih berdebar ketika aku duduk
di belakangnya, aku seperti memutar waktu beberapa tahun lalu ketika aku dan
dia masih satu sekolah. Aku terlalu bersemangat mungkin, kurasakan ada aneh
dari perutku seperti ribuan kupu-kupu yang terbang! Aku tak berani menatapnya
sedekat ini, hanya sesekali mataku melirik spion untuk melihat wajahnya. Aku
benar-benar merindukannya. Aku terlalu lama bermain dengan imajinasiku, dan
tanpa sadar aku sudah berada di halaman rumah.
“Dea, sudah sampai.” Di
menghentikan motornya.
“eh iya, Di. Terima kasih ya!”
“Ok, besok kita ketemu di sekolah
ya.!”
“Iya, kamu istirahat ya, hati-hati
di jalan!”
“Iya, sampai jumpa”
Dia tersenyum kepadaku, aku
merasakan pipiku memanas. Dia mulai menjauh, kulihat punggungnya yang hilang di
pertigaan depan sana. Oh Aku bahagia hari ini, aku sesekali melompat sambil
berjalan santai menuju rumah. Aku tidak sabar untuk besok.
Aku baru saja sarapan dan kembali
merapikan seragamku, aku tidak sabar
untuk ke sekolah dan bertemu Di. Hey, apa aku gila? Hanya Di yang ada di
pikiranku saat ini!. Aku menyambar tas sekolahku dan berpamitan pada ayah dan
bunda,
“Ayah, Bunda. Dea pamit!” aku
menyalami keduanya
“iya, hati-hati di jalan. Belajar
yang rajin!” Ayah menasehati seperti biasa.
“Aku berangkat”
Aku bergegas ke sekolah, dengan
sepeda motor yang dibelikan ayah. Aku melajukannya dengan santai menuju
sekolah, aku ingin menikmati pagi dengan kicauan burung dan sinar matahari
sehat. Aku tidak sabar bertemu dengannya.
Aku telah tiba di sekolah, aku
segera masuk dan belajar seperti biasa. Aku tidak tahu kenapa waktu terasa
lambat hari ini padahal aku ingin bertemu dengan Di segera, menyebalkan
rasanya. Tunggu mengapa aku jadi tidak sabaran, ah aku seperti orang gila
sekarang. Sabar Dea, rileks, tenang kamu akan bertemu dengan setelah ini sambil
melatih junior paskibraka.
“tenggggg” bel pulang!
Aku segera berkemas, akhirnya waktu
yang ku tunggu datang juga! Aku menemuinya, melepas rinduku. Entah berapa lama
aku tidak melihat wajahnya, apakah aku mulai gila karena dia? Ya aku
tergila-gila bahkan aku selalu ingin berada di sampingnya.
“Dea, aku merindukanmu”
“Aku merindukanmu juga, aku begitu
merindukanmu!”
“Aku akan selalu menyayangimu, kau
percaya?”
“Aku bodoh jika tak percaya Di,
kapan kamu kembali ke sana?”
“Besok sore, tugasku menunggu di
sana”
“Aku harus bersiap untuk kembali
merindukanmu.”
“Aku akan menjaga hati ini untukmu!
“ kurasakan detak jantungmu lebih cepat
“Berjanjilah Di, kita akan saling
menjaga hati ini sampai yang kuasa berhak memisahkannya!”
“Aku berjanji, aku akan menjaga
hatiku untukmu yang selalu ada dalam hembusan nafasku”
“Apakah kau mencoba menggombalku?
“Aku terharu,Dea. Jelas aku serius
mengatakannya”
“baiklah, aku percaya padamu Di”
“Coba lihat senja itu! Megah
jingganya menjadi saksi rantau pengikat janji ku padamu! Suatu saat kita akan
bersama dan tidak terpisahkan jarak”
“Aku yakin Di”
Senja itu merona jingga diufuk
barat menggiring rantau pengikat janji Di padaku, aku yakin senja akan
menjaganya dan mengikatnya erat, aku yakin itu.
Palu, 18 Maret 2015
Ahmad Haris Mirta
0 komentar:
Posting Komentar