Love is Like a Nightmare
Aku
Crys, lengkapnya Crystal Emerald, nama yang ganjil untuk seorang anak
laki-laki. Aku hidup dengan orang tua lengkap dan menyayangiku, Ayahku seorang
Senator di Parlemen sedangkan Ibuku seorang designer dengan puluhan butik di
seluruh New York. Aku memiliki keluarga yang sibuk namun di akhir pekan kami
selalu berkumpul dan berbagi cerita, tidak hanya itu Adik-adikku juga sangat
sibuk, adikku yang lebih muda satu tahun dariku, Silver Emerald seorang mahasiswa teknik pertambangan di New
York. Adikku yang lebih muda 8 tahun dariku Bronze Emerald, masih duduk di
bangku Junior High School, dan yang paling bungsu lebih muda 14 tahun Glass
Emerald yang baru masuk Primary School.
Aku
yang masih tercatat sebagai mahasiswa kedokteran di dapartemen kebijakan
kesehatan masyarakat, memiliki jadwal yang padat. Aku sibuk dengan banyaknya
essai, praktek, sampai laporan yang harus dikumpulkan tiap minggunya. Aku
sedikit lelah dengan semua tugas itu, tapi aku mencoba untuk mengerjakannya
dengan senang hati, aku menikmati setiap tugas itu satu demi satu hingga semua
berantakan karena “CINTA”.
Aku
bingung dengan perasaanku, aku awalnya meyukai teman praktekku Serena, gadis
keterunan chinnesse-America menarik perhatianku diawal semester. Aku sempat
dekat dengan dia, dan semuanya berjalan lancar. Aku pikir mungkin inilah cinta
yang sering kubaca di novel-novel roman picisan atau anime roman, tapi aku
salah. Semua berubah sebelum promnight itu terjadi, aku bingung dengan
orientasiku ketika meliha Rean, mahasiswa dari dapartemen yang sama denganku.
Seorang pemuda tampan yang mencuri perhatianku saat malam promnight, saat
itulah aku merasa aku berubah dan menurutku semua menagementku berantakan, aku
masih ingat ketika dia mulai dekat denganku,
“Crys,
kamu bisa membantuku mengerjakan Essai dari Prof.Niall?” Rean membuka suara
“Ya?
Kapan? Aku melihat jadwalku terlebih dahulu!” Aku masih terpaku dengan buku
ditanganku.
“Sekarang
kalau kau bisa, aku ingin mengumpulkannya sore ini. Bisa membantuku?”
“Baiklah
rean, kita kemana sekarang?”
“kita
ke apartemenku sekarang,”
“baiklah”
Itulah
sepenggal ceritaku dengan Rean ketika rasa itu pertama kali muncul, aku belum
menyadari sepenuhnya jika aku mempunyai perasaan lebih pada Rean. Aku tak sadar
karena saat itu aku dan Serena masih dekat dan menurutku Serena gadis yang
baik, tapi aku salah ternyata memikirkan Rean setelah membantunya mengerjakan
Essai adalah awal aku menyukainya.
“Crys,
kita makan?”
“Makan
dimana, rean?”
“Di
restoran dekat kampus? Aldente Restorant? Aku dengar hidangan italia di sana
enak”
“Baiklah,
aku ikut denganmu!”
Aku
dan rean berlari kecil keluar departemenku dan menuju restoran itu, aku dan
rean mengambil meja dekat jendela yang menghadap langsung ke dapartemen,
“Pesan
apa Rean?”
“Kamu
pesan apa? Aku ikut saja”
“Baiklah,
Sir kami pesan Lasagna toping keju, yang satunya saosnya sedikit, dan yang
satunya ekstra pedas”
“aku
tidak sabar, aku lapar”
Beberapa
menit berlalu tak ada percakapan berarti diantara kami, aku sesekali memainkan
tissue, sampai akhirnya makanan kami datang.
“Sir,
ini makanannya. Lasagna toping keju biasa dan ekstra pedas. Selamat menikmati”
senyum pria paruh baya pelayan restoran ini.
“Selamat
makan Crys!” Rean mulai menyantap makanannya dengan lahap
“
Selamat makan Rean!” aku mulai mencicipi Lasagna ini.
Kami
makan dalam diam, hanya sesekali aku melihat Rean yang makan dengan kucuran
keringat karena kepedasan. Aku tersenyum melihat ekspresinya menikmati lasagna
ekstra pedas itu.
“Aku
selesai, ini sangat pedas” aku mengambil gulungan tissu,
“Itu
tidak pedas, ini yang pedas” sambil mengambil gulungan itu dariku dan
memakainya semua,
“jelas
Rean, aku tak sanggup melihat keringatmu, Oh ya tissue jangan dihabiskan!” aku
menarik lembaran terakhir dari gulungan itu.
“Oh
aku kehabisan tissue, Crys aku butuh tissu untuk menyeka keringatku!”
“Siapa
suruh makan makanan pedas? Ini aku ambilkan dari meja sebelah”
“Thanks
Crys!”
Sepenggal
ceritaku dengan Rean yang membuatku yakin bahwa aku benar-benar memiliki rasa
pada Rean. Aku tidak pernah menyangka tidak satu atau dua momen tapi banyak
momen yang membuatku menyukainya.
Aku
bimbang dengan orientasiku, aku menyukai Serena sementara akupun menyukai Rean
layaknya gadis yang mencintai pria yang dia sukai. Aku mencoba menghindar dari
semua kemungkinan terjebak moment bersama Rean, tapi ada saja momen yang membuatku
dekat dengan Rean. Aku terhimpit antara cinta dan realita. Cintaku yang tak
normal dan realita yang tidak mendukungku. Aku merasa bahwa aku salah dalam hal
ini, aku telah mencintai dan menyalahi kodratku. Aku menyayanginya, tapi
cintaku semakin dalam kepada Rean. Aku merasa berdosa dengan semua yang
kulakukan, aku merasa akulah yang paling berdosa.
Aku
selalu mencoba untuk melupakannya, tapi ada rasa cemburu ketika teman-teman
lainnya menjodohkannya dengan wanita yang menurut kami cantik, meski itu wajar
serasa ada yang menusuk dihati sangat sakit, begitu pula ketika Rean dekat atau
berbicara lebih kepada yang lain ada sesak di dadaku.
Aku
mencoba untuk terus bertaruh melakukannya, melupakannya, bahkan
meninggalkannya. Namun selalu saja ada momen tentangku dan Rean. Aku frustasi
dengan semua ini, aku tak bisa seperti ini hidup dengan ketidak normalan, aku
ingin pulang segera Tuhan. Mungkin kau tahu aku akan merusak di bumi-Mu, aku
mohon terima aku jika aku ingin kembali padamu.
***
Aku menangis membaca catatan harian
kak Crys yang harus mati dengan cinta yang tak sampai, kulihat wajahnya sore
itu ketika Kak Rean datang ke rumah dan mengerjakan tugas bersamanya, dia
begitu sumringah dan senang. Aku tak tahu jika sore itu adalah terakhir kalinya
aku melihat senyum kak Crys. Aku tak tahu jika malam itu aku harus melihatnya
tak bernyawa dengan sayatan pisau di tangannya, aku tak bisa menjelaskan begitu
sulitnya dia memendam dan menahan perasaannya.
Aku melangkah ke peti kak Crys,
kulihat wajah Ayah dan Ibu begitu pilu dan sendu melihat anak kebanggan mereka
harus tewas dengan tragis, ya kak Crys adalah anak kebanggan Ayah dan Ibu,
sebagai anak pertama dia banyak menginspirasi dan membuat keluarga kami bangga.
Tapi sayang diusianya yang masih 21 tahun, dia harus pulang mendahului kami.
Aku masih menyembunyikan potongan buku harian kak Crys untuk kuberikan pada kak
Rean.
Aku mencari sosok Rean, aku bingung
karena aku tidak terlalu mengenali wajahnya. Aku memberanikan diri bertanya
pada Kak Diana, salah satu sahabat dekat Kak Crys,
“Kak, Dya? Kak Rean dimana?”
“Oh Rean, itu disana sama temen
cowoknya kakakmu juga. Bronze, kami turut berduka atas kepergian Crys”
“Terima kasih kak, aku mau menemui
ka Rean dulu”
Aku segera
menghampiri kak Rean yang berkumpul dengan teman-temannya yang juga teman
kakakku di pojok rumah dekat taman.
“Kak Rean? Bisa aku bicara empat
mata dengan kakak di ruang sebelah?”
“Oh, Bronze? Iya bisa. Oh ya,
teman-teman aku bicara sama Bronze dulu ya.”
Kami menuju
ruangan bioskop untuk membicarakan catatan harian kak Crys, aku ingin
memberitahukannya bahwa kak Crys begitu mencintainya.
“Ka Rean, aku bisa tanya?”
“Iya tanya apa Bronze?”
“Selama kakak kenal kak Crys, kakak
merasa ada yang aneh tidak dengan kak Crys?”
“yang aneh tidak ada sih, cuman Crys
perhatian ke Aku, sama sih perhatian aku ke dia dan teman-teman yang lainnya.
Kenapa bronze?”
“Kak Crys perhatian dengan kak Rean
karena Kak Crys sayang dan cinta ke Kak Rean!” mukaku merah
“Apa? Benarkah?”
“Ini catatan harian terakhir kak
Crys sebelum dia bunuh diri, kak Rean bisa baca dengan saksama.!”
Ka rean mulai
mengambil sobekan kertas tadi, kemudian membacanya dengan teliti. Kulihat rawut
wajahnya berubah, ada duka didalamnya.
“Bronze, aku minta maaf. Ini semua
salahku, berkenalan dengan Crys dan dekat dengannya”
“Tidak ada yang dapat dipersalahkan
Kak Rean, kak Rean tidak salah ini semua sudah digariskan Tuhan. Mungkin kak
Crys sudah saatnya dipanggil tapi dengan cara seperti ini”
“Aku minta maaf, boleh kah aku
melihat ke peti mati Crys sekali saja?”
“Boleh, ayo ku antar.”
Kami keluar dari
ruangan bioskop berjalan ke aula utama untuk melihat peti mati ka Crys, kulihat
Kak Rean berusaha untuk tidak terkejut dan selalu tersenyum sampai akhirnya dia
melihat peti mati kak Crys, dan membisikkan sesuatu pada kak Crys. Jika aku tak
salah membaca gerak bibirnya kak Rean hanya berkata,
“Terima Kasih
telah mencintaiku, kau yang terbaik Crys”.
Palu, 10 April 2015
Ahmad Haris Mirta
0 komentar:
Posting Komentar